Biografi Singkat Tokoh Wali Songo Menurut Atlas Walisongo KH. Agus Sunyoto

atlas walisongo agus sunyoto kh

Sekilas tentang Wali Songo Menurut Atlas Walisongo KH. Agus Sunyoto

SUNAN AMPEL

Sunan Ampel putra Syaikh Ibrahim As-Samarkandi adalah tokoh Wali Songo tertua yang berperan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain di Nusantara. Melalui Pesantren Ampeldenta, Sunan Ampel mendidik kader-kader penggerak dakwah Islam seperti Sunan Giri, Raden Patah, Raden Kusen, Sunan Bonang, dan Sunan Drajad. Dengan cara menikahkan juru dakwah Islam dengan pitri-putri penguasa bawahan Majapahit, Sunan Ampel membentuk keluarga-keluarga muslim dalam suatu jaringan kekerabatan yang menjadi cikal-bakal dakwah Islam di berbagai daerah. Sunan Ampel sendiri menikahi putri Arya Teja, Bupati Tuban, yang juga cucu Arya Lembu Sura raja Surabaya yang muslim. Jejek dakwah Sunan Ampel tidak hanya di Surabaya dan ibu kota Majapahit, melainkan meluas sampai ke daerh Sukadana di Kalimantan.

SUNAN GIRI

Sunan Giri (Prabu Satmata) putra Syaikh Maulana Ishak adalah tokoh Wali Songo yang berkedudukan sebagai raja sekaligus guru suci (pandhita ratu). Ia memiliki peran penting dalam pengembangan dakwah Islam di Nusantara dengan memanfaatkan kekuasaan dan jalur perniagaan. Sebagaimana guru sekaligus mertuanya, Sunan Ampel, Sunan Giri mengembangkan pendidikan dengan menerima murid-murid dari berbagai daerah di Nusantara. Sejarah mencatat, jejak dakwah Sunan Giri beserta keturunannya mencapai daerah Banjar, Martapura, Pasir, dan Kutaii di Kalimantan, Buton dan Gowa di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara, bahkan Pulau Maluku.

SUNAN BONANG

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahan dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja Bupati Tuban. Sunan Bonang dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang ulung dalam berdakwah dan menguasai ilmu fikih, ushuludin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian dan kedigdayaan. Dakwah awal dilakukan Sunan Bonang di daerah Kediri yang menjadi pusat ajaran Bhairawa-Tantra[1]. Dengan membangun masjid di Singkalyang terletak di sebelah barat Kediri, Sunan Bonang mengembangkan dakwah Islam di pedalaman yang masyarakatnya masih menganut ajaran Tantrayana. Setelah meninggalkan Kediri, Sunan Bonang berdakwah di Lasem. Sunan Bonang dikenal mengajarkan Islam melalui wayang, tasawuf, tembang, dan sastra sufistik. Katya sastra sufistik yang digubah Sunan Bonang dikenal dengan nama Suluk Wujil.

1] Salah satu ritual dari Bhairawa Tantra dikenal dengan nama Pancamakara. Saat melakukan upacara Pancamakara, para Bhairawa dan Bhairawi berkumpul di sebuah tempat pembuangan mayat yang disebut Ksetra. Mereka membentuk sebuah cakra atau lingkaran. Lalu, akan dilakukan 5 ritual yang disebut Mo Limo, yaitu :

1. Mamsha (daging)

2. Matsya (ikan)

3. Madya (minuman keras)

4. Maithuna (bersetubuh)

5. Mudra (meditasi)

Ritual Pancamakara akan diawali dengan prosesi memakan daging dan ikan secara ramai-ramai. Kemudian mereka menari-nari dan minum hingga mabuk. Dalam keadaan sakau, para penganut Bhairawa Tantra akan melakukan persetubuhan secara massal. Upacara diakhiri dengan meditasi, ketika tubuh mereka telah kehilangan nafsu birahi.

Pada tingkatan khusus, daging, ikan dan minuman dalam ritual Pancamakara digantikan dengan mayat, ikan suro dan darah manusia yang dibunuh sebagai persembahan.

SUNAN KALIJAGA

Sunan Kalijaga adalah Putra Tumenggung Wilatikta Bupati Tuban. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam melalui seni dan budaya. Sunan Kalijaga termasyhur sebagai juru dakwah yang tidak saja piawai mendalang melainkan dikenal pula sebagai pencipta bentuk-bentuk wayang dan lakon-lakon carangan yang dimasuki ajaran Silam. Melalui pertunjukan wayang, Sunan Kalijaga mengajarkan tasawuf kepada masyarakat. Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh keramat oleh masyarakat dan dianggap sebagai wali pelindung Jawa.

SUNAN GUNUNG JATI

Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di wilayah Bani Israil, yang masuk wilayah Mesir. Sunan Gunung Jati dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang menurunkan sultan-sultan Banten dan Cirebon. Strategi dakwah yang dijalankan Sunan Gunung Jati adalah memperkuat kedudukan politis sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon, Banten, dan Demak melalui pernikahan. Selain itu, Sunan Gunung Jati menggalang kekuatan dengan menghimpun orang-orang yang dikenal sebagai tokoh yang memilki kesaktian dan kedigdayaan.

SUNAN DRAJAT

Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Sunan Drajat dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang mengembangkan dakwah Islam melalui pendidikan akhlak bagi masyarakat. Sunan Drajat dikenal memiliki kepedulian tinggi terhadap nasib fakir miskin. Sunan Drajat mendidik masyarakat sekitar untuk memperhatikan nasib kaum fakir miskin, mengutamakan kesejahteraan umat, memiliki empati, etos kerja keras, kedermawanan, pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas sosial, dan gotong-royong. Sunan Drajat juga mengajarkan kepada masyarakat teknik-teknik membuat rumah dan membuat tandu.

SYAIKH SITI JENAR

Syaikh Siti Jenar[2] menurut Naskah Wangsakertan Cirebon: Negara Kretabhumi, Sargha III pupuh 76, adalah putra Datuk Sholeh, seorang ulama asal Malaka. Syaikh Siti Jenar dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang memilki pandangan-pandangan kontroversial di zamannya. Syaikh Siti Jenar dikenal sebagai penyebar ajaran Sasahidan yang berpijak pada konsep Manunggaling Kawulo-Gusti. Syaikh Siti Jenar diketahui sebagai pengasas gagasan komunitas baru dengan mengubah konsep feodalistik kawulo (hamba, budak) menjadi egaliter melalui pembukaan hunian-hunian baru yang disebut Lemah Abang. Kemunculan komunitas masyarakat egaliter di dukuh-dukuh Lemah Abang yang dinisbatkan kepada Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah Abang kemudian berkembang menjadi varian Abangan. 

[2] - Menurut Serat Siti Djenar (1922) Syaikh Siti Jenar dihukum mati bukan karena ajaran manunggaling kawulo-gusti yang dianggap sesat, melainkan karena kesalahannya mengajarkan ajaran rahasia itu kepada masyarakat umum secara terbuka.

- Dihukum mati oleh Sunan Kudus dengan keris Kanta Naga, yang dipinjam dari Sunan Gunung Jati. (Babad Tjerbon).

SUNAN KUDUS

Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung. Sunan Kudus dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang tegas dalam menegakkan syariat. Namun, seperti wali yang lain, Sunan Kudus dalam berdakwah berusaha mendekati masyarakat untuk menyelami serta memahami kebutuhan apa yang diharapkan masyarakat. Itu sebabnya, Sunan Kudus dalam dakwahnya mengajarkan penyempurnaan alat-alat pertukangan, kerajinan emas, pande besi, membuat keris pusaka, dan mengajarkan hukum-hukum agama yang tegas. Sunan Kudus selain dikenal sebagai eksekutor Ki Ageng Pengging dan Syaikh Siti Jenar, jug dikenal sebagai tokoh Wali Songo yang memimpin penyerangan ke ibukota Majapahit dan berhasil mengalahkan sisa-sisa pasukan kerajaan tua yang sudah sangat lemah itu.

SUNAN MURIA

Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Sunan Muria merupakan tokoh Wali Dongo yang paling muda usianya. Sebagaimana Sunan Kalijaga, Sunan Muria berdakwah melalui jalur budaya. Sunan Muria dikenal sangat piawai menciptakan berbagai jenis tembang cilik (sekar alit) jenis sinom dan kinanthi yang berisi nasehat-nasehat dan ajaran Tauhid. Seperti ayahnya, Sunan Muria dikenal pintar mendalang dengan membawakan lakon-lakon carangan karya Sunan Kalijaga.

Sumber : Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo [Buku Pertama yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah]